Sabtu, 23 Oktober 2010

Dokter Sering Berkonspirasi dengan Perusahaan Obat

Para dokter cenderung memberi resep obat produksi perusahaan farmasi yang mempromosikan produknya ke dokter bersangkutan namun pasienlah yang membayar lebih biaya obat tersebut.

Hasil riset tim peneliti pimpinan Geoffrey Spurling dari Universitas Queensland, Brisbane, Australia, ini juga mendapati fakta bahwa pasien yang menerima obat-obatan non-generik dari para dokter itu tidak selalu tepat bagi dirinya. Laporan hasil penelitian itu didasarkan pada 58 studi di sejumlah negara. Hasil riset tersebut mendapati informasi perusahaan farmasi mempengaruhi para dokter dalam menetapkan resep obat kepada pasiennya.

"Anda tidak bisa mengatakan bahwa informasi dari perusahaan-perusahaan farmasi itu membantu peresepan obat para dokter seperti diklaim perusahaan-perusahaan farmasi itu," kata Spurling. Klaim para dokter bahwa mereka sama sekali tidak terpengaruh oleh informasi perusahaan farmasi saat memutuskan resep obat pasiennya juga tidak terbukti dalam hasil studi itu. "Anda patut mengatakan bahwa setidaknya pada saat tertentu, para dokter itu terpengaruh," katanya kepada Reuters.

Beberapa peneliti yang terlibat dalam riset pimpinan Spurling ini merupakan anggota "Healthy Skepticism", organisasi riset, pendidikan, bantuan hukum nirlaba internasional yang dibentuk untuk membantu mengurangi bahaya informasi kesehatan yang menyesatkan bagi publik. Laporan penelitian itu menyebutkan bahwa para dokter yang menerima penjelasan maupun informasi dari perusahaan farmasi lebih mungkin memberi resep obat produksi perusahaan farmasi bersangkutan kepada pasiennya. Hasil 38 studi yang dilakukan juga menunjukkan adanya kecenderungan keterkaitan langsung antara informasi perusahaan farmasi itu dan peresepan obat. Mayoritas dokter mendapatkan informasi tentang obat-obatan dari industri farmasi ini.

Para staf penjualan obat perusahaan farmasi ini bahkan sering membawakan makan siang ke kantor seorang dokter praktik maupun mengundang mereka ke acara-acara olah raga dan hiburan lainnya saat mereka memberikan penjelasan.
Menurut Spurling, hasil studi di Inggris terhadap lebih dari seribu orang dokter umum mendapati bahwa mereka yang lebih sering bertemu staf penjualan obat cenderung lebih sering memberikan resep-resep obat mahal.

Namun, tidak ada jaminan bahwa pasien mendapatikan obat-obatan yang tepat bagi penyakitnya. Mengutip hasil-hasil studi yang ada, Spurling mengatakan, mutu resep obat yang diberikan para dokter kepada pasiennya itu berada di bawah standar pedoman maupun rekomendasi para ahli.

Temuan empiris ini mendorong para peneliti mengusulkan adanya pengaturan terhadap besaran uang yang boleh dialokasikan industri farmasi untuk kepentingan promosi produk mereka. Pada 2004 saja, perusahaan-perusahaan obat Amerika menghabiskan dana sebesar 57,5 miliar dolar AS untuk kegiatan promosi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar