Senin, 12 Desember 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

A.  Hak Asasi Manusia Dalam Konsepsi Hukum Pidana
Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana dikemukakan Champbell yang dikutip Majda El-Muhtaj, bahwa hak asasi (fundamental rights) berarti hak yang bersifat mendasar (grounded), inheren (melekat) dengan jati diri manusia secara universal. Hak tersebut didapat secara langsung dari Tuhan Sang Pencipta manusia dan diberikan kepada seluruh manusia. Tidak ada batasan manusia yang mana atau siapapun dia berhak untuk memiliki hak tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa keabsahan hak tersebut harus terjaga dalam hakekat keberadaan manusia. Dengan demikian maka wajib hukumnya bahwa hak tersebut harus dimengerti, dipahami, dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk memeliharanya.
Lebih lanjut Majda mengungkapkan :
“Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan” yang dimilikinya. Juga adanya suatu kewajiban pada seseorang berarti bahwa diminta daripadanya suatu sikap yang sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada orang lain”.


Penulis berpendapat bahwa adanya “kemungkinan” perlakuan yang sesuai dengan “keistimewaan”  yang melekat sebagai akibat dari hak pada seseorang itu bukan merupakan suatu “kemungkinan”, sebab HAM merupakan sesuatu yang harus diperlakukan secara mutlak sesuai dengan keberadaannya. Perlakuan itu merupakan suatu keniscayaan dan tidak dapat dikurangi dengan jalan apapun dan oleh siapapun bahkan dalam keadaan apapun.
Adanya hak yang melekat pada hakikat kehidupan manusia melahirkan kepentingan bagi pemenuhan hak tersebut. Kepentingan ini tidak jarang bersinggungan dengan kepentingan yang berasal dari hak orang lain. O.C. Kaligis mengungkapkan hal tersebut sebagai berikut :
“Ketika individu dipersatukan dalam masyarakat dan negara, terjadi benturan-benturan antara pelaksanaan HAM antar individu dan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat/negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa HAM tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan negara, cara penggunaan dan pembatasan kekuasaan negara”.
Disamping keberadaannya yang mutlak, HAM juga melahirkan kewajiban bagi seseorang pemilik hak untuk dapat mengakui dan menghormati keberadaan HAM orang lain. Dalam konteks ini, negara sebagai penjamin kehidupan manusia yang selaras, serasi dan seimbang memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban menghormati hak yang lain. Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect), dan memenuhi (to pullfill) setiap HAM warga negaranya. Karena secara historis, keberadaan HAM sekalipun telah melekat sejak manusia dilahirkan, namun kesadaran terhadap penegakan dan perjuangannya baru muncul ketika manusia menghadapi ancaman yang justru berasal dari kekuasaan negara.
Harus ada pengaturan mengenai jaminan HAM dalam norma-norma hukum negara, hal tersebut dimaksudkan agar HAM benar-benar dapat ditegakan dan memiliki konsekuensi yang tegas terhadap pelanggarannya. Dalam Konstitusi (UUD) negara Indonesia, konsep perlindungan hukum terhadap HAM dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945 setelah amandemen. Penjabaran tersebut yaitu terdapat dalam rumusan Pasal-pasal antara lain sebagai berikut:
Pasal 27 ayat (1) :
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal 28G ayat (1) :
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Pasal 28G ayat (2) :
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”.
Pasal 28I ayat (1) :
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum  yang berlaku surut adalah hak asasi manusiayang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.

Pasal 28I ayat (2) :
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
            Ketentuan UUD 1945 di atas, menegaskan jaminan atas perlindungan HAM yang pada akhirnya merujuk suatu prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Hal itu tentu menimbulkan konsekuensi bahwa pemerintah atau penguasa negara termasuk badan peradilan harus memperlakukan setiap orang secara adil. Konsekuensi ini mengandung pengertian bahwa tidak ada alasan yang membenarkan suatu paksaan yang melawan kemauan orang lain dalam bentuk apapun. Namun pada perkembangannya, sesuai dengan prinsip equality before the law yang dianut Indonesia, persamaan dihadapan hukum ini merupakan persamaan kedudukan dan kebebasan yang bertanggung jawab.
            Implementasi prinsip equality before the law dalam sistem peradilan di Indonesia khususnya Sistem Peradilan Pidana, memiliki kaitan yang sangat erat dalam rangka melaksanakan perlindungan HAM. Dalam Sistem Peradilan Pidana, HAM merupakan sesuatu yang sangat penting karena menyangkut dengan adanya hak tersangka dan terdakwa yang harus dilindungi. Sehubungan mekanisme tindakan upaya paksa dari aparat penegak hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, maka HAM merupakan sesuatu yang bersinggungan langsung dan rentan terjadi pelanggarannya. Karena sesungguhnya upaya paksa itu sendiri merupakan pelanggaran HAM. Namun keterjaminan atas HAM tersangka atau terdakwa tetap merupakan tanggung jawab yang harus dijunjung tinggi. Sesuai fungsinya, negara melalui aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) termasuk advokat harus dapat memberikan akses keadilan bagi masyarakat sebagai perwujudan penegakan HAM tersebut. Terlebih kepada masyarakat miskin yang tidak dapat mengusahakan bantuan hukum yang maksimal untuk dirinya.

1 komentar:

  1. saya mahasiswa dari Jurusan Hukum
    Artikel yang sangat menarik, bisa buat referensi ni ..
    terimakasih ya infonya :)

    BalasHapus